Saya suka banget dengan Timothy Ronald. Hampir setiap hari, saya meluangkan waktu untuk mendengarkan satu video darinya. Bukan karena saya tertarik pada Bitcoin yang sering ia bahas, tapi karena saya selalu belajar banyak dari cara berpikirnya tentang masa depan.
Dalam satu video tentang “Apa yang harus disiapkan menuju 2030,” ada dua hal yang benar-benar menggerakkan hati saya.
Pertama, kemampuan untuk terus belajar — terutama dalam bidang-bidang yang akan menentukan arah masa depan, seperti AI.
Kedua, kemampuan untuk menyalahkan diri sendiri dengan bijak — bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk bertumbuh dan memperbaiki diri.
Dan saya pikir, dua hal ini sangat relevan dengan Gerakan Literasi Islami yang sedang kami jalankan.
Kalau Timothy menyebutnya bertumbuh 1% setiap hari, maka bagi saya, 1% itu berarti satu langkah lebih baik dalam literasi — membaca, menulis, dan berpikir.
Dulu, saya sering datang ke sekolah-sekolah membawa nama Indari Mastuti, berbagi tentang literasi dan semangat menulis.
Kini, melalui Gerakan Literasi Islami, saya tidak berjalan sendiri.
Saya bergerak bersama para penulis INDSCRIPT Creative di seluruh Indonesia —
para penulis yang bukan hanya menulis, tapi juga mendidik, menginspirasi, dan menebar manfaat.
Kami pun menjalankan semangat ta’awun, saling menolong dan tumbuh bersama dalam membangun literasi bangsa dan di sinilah konsep Pentahelix kami terapkan —
menggabungkan kekuatan pelajar, mahasiswa, pengusaha, pemerintah, masyarakat, dan media, agar literasi tidak berhenti sebagai gerakan kecil, tetapi menjadi gelombang perubahan yang berdampak luas.
Setiap hari, kami terus belajar.
Setiap hari, kami ingin menjadi 1% lebih baik dalam ilmu, amal, dan karya.
Karena bagi kami, literasi bukan sekadar tulisan — tapi wasilah menuju keberkahan dan kecerdasan umat.
