Infoindscript.com – Jepara, 3 Oktober 2025
Beda generasi beda juga cara mengelola keuangannya. Pernyataan ini seolah benar adanya ketika kita melihat fenomena doom spending yang lagi marak di kalangan gen Z. suatu fenomena belanja secara impulsif meski tahu kondisi finansial lagi tidak baik-baik saja atau terbatas.
Meski tidak semuanya, mereka kebanyakan memilih untuk menghabiskan uang yang dimiliki untuk kehidupannya sekarang tanpa memikirkan menabung untuk masa depannya. Menghabiskan uang dengan dalih untuk reward atau self-care.
Apakah ini sekadar self care, self reward atau tren konsumtif di kalangan gen Z. Apakah ada kaitannya dengan gaya hidup gen Z yang erat dengan dunia digital? Apa yang mereka cari saat belanja? Inilah wajah baru konsumerisme ala gen Z yang akan diulik pada artikel kali ini.
Mengenal Apa Itu Doom Spending, Retail Teraphy dan Impulse Buying
Doom spending, retail teraphy, impulse buying merupakan kegiatan membelanjakan uang yang hampir mirip, namun punya tujuan yang berbeda. Istilah doom spending ini sendiri berasal dari sebuah survei Intuit Credit Karma pada bulan November 2023 lalu tentang kekhawatiran global akan kondisi geopolitik dan ekonomi yang dapat memicu perilaku belanja seseorang.
Doom spending adalah sebuah perilaku impulsif dan berlebihan yang sering dilakukan oleh gen Z sebagai bentuk pelarian dari stres, kecemasan, tekanan sosial dan ketidakpastian ekonomi. Perilaku ini juga berfokus pada kesenangan sesaat.
Selain doom spending, ada juga retail therapy. Sebuah perilaku belanja dengan tujuan meningkatkan suasana hati, memperbaiki mood dan mengatasi stres akibat masalah pribadi. Pemicunya kebanyakan masalah pribadi seperti putus cinta, perceraian, pertengkaran dan lainnya. Tujuan utama perilaku ini lebih mengarah pada mencari kesenangan atau hiburan sesaat, mengalihkan fokus dari permasalahan yang ada.
Adapun untuk impulse buying  merupakan tindakan belanja sesuatu secara spontan, tanpa perencanaan dan tanpa pertimbangan. Pemicu utamanya adalah karena tergiur adanya diskon, promosi, keinginan sesaat bahkan hanya karena emosional mengikuti suasana hati. Impulse buying hanya berfokus pada pembelanjaan berdasarkan keinginan sesaat tanpa didasari kebutuhan yang sebenarnya.
Dari ketiganya, baik doom spending, retail theraphy dan impulse buying memiliki pengertian, penyebab dan fokus masing-masing sehingga terlihat perbedaannya. Dimana masih banyak orang yang salah mengartikan dan menganggap ketiga perilaku belanja tersebut merupakan hal yang sama.
Faktor Penyebab Gen Z Terjebak Doom Spending
Doom spending tidak datang begitu saja dalam diri seseorang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan banyak gen Z mengalami doom spending.
1.     Gaya Hidup dan Tekanan Ekonomi
Penyebab utama gen Z terkena doom spending adalah karena masalah gaya hidup dan tekanan ekonomi yang berlebihan. Gaya hidup yang tinggi, mewah yang tidak sebanding dengan kondisi finansial akan berdampak pada tekanan ekonomi yang berlebih sehingga rentan terkena stres dan depresi.
Faktor lingkungan pertemanan juga bisa mempengaruhi gaya hidup seseorang. Cara paling aman untuk menghindari hal ini adalah dengan hidup sesuai dengan kondisi finansial yang ada sehingga tidak menjadi beban secara berlebihan.
Selain itu juga semakin tingginya biaya hidup yang tidak sebanding dengan pendapatan yang didapat juga menyebabkan seseorang mengalami tekanan ekonomi sehingga menyebabkan gen Z merasa khawatir dengan kehidupan mereka sehingga mencari jalan pintas untuk menikmati kesenangan sesaat dengan berbelanja secara impulsif.
2.     Adanya Tren Media Sosial dan FOMO
Tren yang ada di media sosial sering kali membuat gen Z merasa FOMO dan harus mencobanya tanpa memikirkan terlebih dahu kondisi finansial ada, masih cukup atau tidak. Hanya sekadar ikut-ikutan agar tidak ketinggalan dengan yang lainnya.
3.     Mudahnya Akses Belanja Digital
Dunia digital memudahkan seseorang untuk berbelanja secara online. Terutama untuk gen Z yang hidup erat dengan dunia digital. Marketplace menyediakan semua kebutuhan manusia dan bisa diakses dengan hanya menggunakan jempol semata, belanja pun diantar sampai rumah.
Berbagai kemudahan inilah yang membuat mereka mudah sekali untuk membelanjakan uang tanpa berpikir panjang. Apalagi dalam kondisi stres, lelah, dan hanya ingin mencari kesenangan sesaat. Belanja online bisa jadi solusi sesaat bagi mereka untuk menghilangkan stres.
4.     Self-reward dan Coping Mechanism
Banyak yang berpikir bahwa doom spending ini adalah cara terbaik untuk memberikan self-reward bagi diri sendiri. Menjadikan kegiatan atau perilaku belanja ini sebagai cara cepat untuk healing dari pada melakukan kegiatan lainnya sebagai bentuk healing.
Cara Atasi Doom Spending pada Gen Z
Doom spending ini bukanlah sekadar tren tapi sudah menjadi fenomena sosial yang serius harus diatasi agar kehidupan generasi muda bangsa lebih stabil dan memiliki kehidupan finansial yang kuat. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan.
1.     Edukasi Finansial Sejak Dini
Hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan edukasi literasi finansial sejak dini. Baik di sekolah maupun di rumah harus diajarkan oleh guru dan orang tua. Literasi sederhana tentang keuangan. Semisal bagaimana mengelola uang saku, cara menyisihkan uang untuk ditabung dan lainnya yang bisa disesuaikan dengan usia anak.
2.     Membuat Budgeting Sederhana
Untuk anak yang lebih besar, remaja atau bahkan menjelang dewasa ajari konsep sederhana mengelola keuangan. Semisal dengan membuat kegiatan budgeting sederhana seperti 50-30-20 rule.
3.     Membatasi Akses Belanja
Batasi akses belanja yang tidak perlu seperti meng-uninstall aplikasi, gunakan reminder dan matikan notifikasi bisa menjadi cara mudah agar tidak tergoda belanja secara impulsif.
4.     Terapkan Mindful Spending
Jangan lupa untuk menerapkan mindful spending agar dapat berbelanja sesuai kebutuhan. Dapat membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan sesaat sehingga keuangan tetap terjaga.
Penutup
Doom spending memiliki dampak yang luar biasa bagi gen Z. Baik jangka panjang, jangka pendek bahkan berdampak juga pada kondisi psikologis seseorang seperti rasa bersalah dan stress finansial. Maka dari itu usahakan untuk menjaga keseimbangan finansial agar dapat menikmati hidup yang lebih baik. Baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk masa yang akan datang.