Alhamdulillah, hari ini saya berkesempatan bertemu dengan Ibu Ruth dan Pak Charles, founder dari Rumah Ruth. Sebuah rumah singgah yang lahir dari rasa peduli mendalam terhadap meningkatnya angka aborsi di Indonesia.
Kekhawatiran itulah yang mendorong mereka untuk bergerak. Awalnya, Rumah Ruth hanya berdiri di rumah pribadi, namun seiring waktu berkembang menjadi sebuah yayasan yang kini telah mendampingi lebih dari 600 perempuan dengan berbagai latar belakang—hamil di luar pernikahan, korban pergaulan bebas, hingga korban pemerkosaan, bahkan oleh orang terdekat sekalipun.
Misi mereka jelas: menyelamatkan bayi-bayi yang terancam tidak diinginkan. Prosesnya begitu terstruktur—mulai dari menerima para ibu hamil, mendampingi persalinan, hingga memastikan masa depan sang bayi. Harapannya, bayi bisa tetap dibesarkan oleh keluarga kandung. Namun, jika tidak memungkinkan, mereka menghubungkan dengan keluarga adopsi yang siap memberikan kasih sayang.
Luar biasanya, jejaring Rumah Ruth meluas hingga lebih dari 30 negara. Dan yang paling menyentuh, setiap tahun selalu ada pertemuan antara orang tua adopsi dan bayi, untuk memastikan tumbuh kembang mereka berjalan baik.
Saya juga melihat catatan Rumah Ruth yang begitu rapi, detail, dan penuh makna. Dari sana saya mendorong agar perjalanan inspiratif ini bisa dibukukan—menjadi panduan, bahkan SOP, bagi rumah singgah lain yang ingin berkontribusi menyelamatkan anak-anak tak berdosa.
Selamat untuk Rumah Ruth, yang telah mengimplementasikan aksi nyata untuk negeri. Semoga Allah terus menjaga, melindungi, dan melipatgandakan keberkahan dari setiap langkah yang diambil.
Insya Allah Sekolah Perempuan Indonesia akan berkontribusi untuk menjadi salah satu fasilitator pembinaan perempuan di Rumah Ruth untuk tetap menata masa depan lebih baik setelah luka menganga yang didapatkan. Pembinaan pertama akan kami lakukan pada Selasa, 23 September 2025. Bismillah…
