infoindscript.com – Grobogan, 17 Agustus 2025
Tren pola asuh terus berkembang. Setelah gentle parenting dan helicopter parenting, kini muncul istilah baru yang cukup kontroversial: FAFO parenting.
Diadopsi dari slang Inggris, FAFO adalah singkatan dari Fuck Around and Find Out. Secara harfiah, artinya “berbuat semaunya dan rasakan sendiri akibatnya.”
Intinya, orang tua membiarkan anak menghadapi konsekuensi alami dari tindakan mereka. Tujuannya mulia: agar anak belajar mandiri dan bertanggung jawab.
Tapi, di tengah budaya ketimuran kita, muncul pertanyaan besar: apakah pola asuh FAFO ini benar-benar cocok diterapkan pada anak Indonesia? Mari kita telusuri.
Mengapa FAFO Disukai?
Prinsip FAFO mengajarkan anak untuk memahami sebab-akibat. Mereka didorong untuk berpikir kritis.
Banyak manfaatnya. Anak bisa menjadi lebih mandiri, punya inisiatif tinggi, dan tidak mudah menyerah saat menghadapi masalah.
Mereka belajar bertanggung jawab, memecahkan masalah, dan membangun kepercayaan diri.
Tantangan FAFO di Indonesia
Namun, budaya kita yang kolektif membuat penerapan FAFO secara murni menjadi tantangan.
Membiarkan anak “merasakan akibatnya sendiri” tanpa bimbingan bisa dianggap sebagai tindakan tidak peduli. Orang tua diharapkan melindungi, bukan membiarkan anak tersandung.
FAFO juga bisa bertabrakan dengan nilai sopan santun. Anak diharapkan mendengar nasihat orang tua.
FAFO dengan Hati: Solusi Terbaik
Alih-alih menolak sepenuhnya, kita bisa mengadaptasi prinsip FAFO dan menyatukannya dengan nilai-nilai luhur kita.
Kita bisa menyebutnya sebagai “FAFO dengan Hati.” Ini adalah pendekatan yang mengizinkan anak belajar dari kesalahan, tetapi tetap dalam koridor perlindungan dan bimbingan.
Pada akhirnya, pola asuh terbaik adalah yang mampu menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas dan tangguh, tetapi juga beradab dan penuh kasih.
