17.6 C
New York
Selasa, Agustus 19, 2025

Buy now

spot_img

Hentikan Membuat Alam Itu Menangis

  1. Suara yang Tak Terdengar: Alam dalam Pusaran Konflik

Di tengah dunia yang semakin gaduh oleh deru senjata dan retorika politik, ada suara lembut yang perlahan memudar: suara alam. Ia tidak berteriak, tidak melawan, namun ia menyampaikan pesannya melalui gempa bumi, banjir bandang, musim yang tidak menentu, dan udara yang kian sulit dihirup. Alam sedang menangis, dan ironisnya, penyebabnya adalah manusia itu sendiri.

Konflik berkepanjangan antara Israel dan IranIsrael dan HamasIsrael dan Hizbullah, hingga ketegangan dengan kelompok Houthi di Yaman, telah menyebabkan kehancuran besar pada kehidupan manusia. Tapi yang sering dilupakan adalah kerusakan ekologis yang jauh lebih luas dan mendalam. Setiap bom yang dijatuhkan tak hanya membunuh manusia, tetapi juga membakar hutan, mencemari air tanah, dan menghancurkan habitat alami makhluk hidup lain.

Kita tidak sedang berbicara tentang satu wilayah saja. Di Asia Tenggara, Indonesia pun menyimpan cerita pilu. Kerusuhan Mei 98, Kerusuhan Ambon, misalnya, meninggalkan jejak luka bukan hanya pada relasi antarumat beragama, tapi juga pada bentang alam yang rusak akibat pembakaran massal, eksploitasi liar, dan ketidakpedulian pasca konflik.

Sayangnya, dalam narasi besar politik, ekonomi, dan ideologi, isu lingkungan sering kali hanya menjadi catatan kaki. Padahal, tanpa alam yang sehat, tidak ada kemenangan yang benar-benar berarti. Alam tidak memihak suku, agama, atau ras. Ia adalah rumah bersama, diciptakan oleh Tuhan bukan untuk ditaklukkan, melainkan untuk dikelola secara bijak dan adil bagi seluruh umat manusia.

  1. Ketika Hukum Alam Diabaikan

Alam memang tidak berbicara dengan bahasa manusia, tetapi ia memiliki caranya sendiri untuk menyampaikan ketidakseimbangan. Ia tunduk pada hukum-hukum yang pasti dan tidak bisa ditawar. Salah satunya adalah hukum aksi-reaksi Newton: setiap tindakan akan menimbulkan dampak. Setiap pohon yang ditebang sembarangan, setiap tanah yang dibombardir, setiap laut yang tercemar, akan kembali pada kita dalam bentuk bencana.

Lebih lanjut, ada hukum perturbasi, yang menyatakan bahwa setiap gangguan terhadap sistem yang stabil akan menimbulkan perubahan menuju keseimbangan baru. Namun, keseimbangan baru itu belum tentu lebih baik bagi manusia. Ketika hutan tropis digantikan oleh gurun karena penggundulan liar, atau ketika iklim berubah karena emisi tak terkendali, maka alam telah “menyesuaikan diri”, tetapi kita kehilangan kemampuan untuk hidup nyaman di dalamnya.

Dan di balik semua itu, ada juga prinsip mekanika kuantum—suatu pandangan bahwa realitas ini sangat kompleks dan saling terhubung secara mendalam, bahkan dalam skala yang sangat kecil. Dalam konteks lingkungan, ini berarti bahwa perubahan kecil sekalipun bisa memicu dampak besar, efek domino yang tak terduga.

Namun manusia, dengan segala kecanggihan teknologinya, sering kali lupa bahwa hukum-hukum alam bukanlah alat yang bisa dimanipulasi sesuka hati. Kita bisa menciptakan bom, drone, satelit militer, tapi kita tak bisa menciptakan kembali hutan tropis yang hilang ribuan tahun dalam semalam. Kita bisa merebut wilayah, tapi tak bisa menciptakan air bersih dari udara kering jika alam tak lagi bersahabat.

III. Saatnya Berhenti: Membangun Peradaban yang Ramah Alam

Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Jawabannya sederhana namun menuntut keberanian: berhenti membuat alam itu menangis.

Ini bukan sekadar ajakan untuk aktivis lingkungan. Ini adalah seruan bagi para pemimpin dunia, pengambil kebijakan, pemimpin agama, pendidik, pebisnis, hingga masyarakat awam. Perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran bersama bahwa bumi ini bukan milik satu golongan, tetapi milik generasi yang akan datang.

Beberapa langkah konkret bisa kita renungkan:

  • Menghentikan perang dan kekerasan yang bukan hanya merenggut nyawa manusia, tetapi juga menghancurkan keberlangsungan ekosistem. Perdamaian bukan hanya kebutuhan politik, tapi juga kebutuhan ekologis.
  • Memprioritaskan pembangunan yang berkelanjutan, yang menghargai keseimbangan alam. Setiap proyek infrastruktur, industri, atau pertanian harus mempertimbangkan dampak lingkungannya.
  • Mengubah pola konsumsi dan produksi agar tidak terus mengeksploitasi sumber daya alam secara brutal. Gunakan energi terbarukan, kurangi sampah, dan bijak dalam menggunakan air dan tanah.
  • Menumbuhkan kesadaran ekologis sejak dini di dalam pendidikan, media, dan ruang publik. Bangun narasi bahwa mencintai alam adalah bagian dari mencintai kehidupan, bahkan bagian dari keimanan.
  • Menguatkan solidaritas lintas bangsa untuk menjaga bumi ini bersama. Perubahan iklim, polusi udara, krisis air, dan deforestasi tidak mengenal batas negara.

Dan yang paling penting: mari kita melihat kembali nilai-nilai spiritual kita. Hampir semua agama di dunia mengajarkan tentang pentingnya menjaga ciptaan Tuhan. Dalam Islam ada konsep khalifah fil ardh (pemelihara bumi), dalam Kristen ada panggilan untuk mengusahakan dan memelihara Bumi, dalam agama-agama Timur seperti Hindu dan Buddha, keseimbangan dengan alam adalah bagian dari harmoni hidup.

Jangan biarkan alam terus menangis karena ulah kita. Jika kita terus bersikeras menghancurkan rumah kita sendiri, maka cepat atau lambat, kita pun akan kehilangan tempat tinggal terakhir yang kita miliki.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles