Kunjungan Ibu Hanifa, staff ahli Kementrian Lingkungan Hidup yang saat ini menjadi staff menteri KLIH. menjadi salah satu momen bersejarah bagi Bank Sampah Bersinar (BSB).
Dalam kunjungan itu, beliau melihat langsung bagaimana BSB tidak hanya bicara tentang aksi kebersihan, tapi juga inovasi berbasis data.
BSB diciptakan bukan sekadar tempat menabung sampah. Ia berkembang menjadi sistem yang terukur, berdaya guna, dan dapat dipelajari oleh banyak daerah lain. Dengan menggunakan big data dari SMASH, Bank Sampah Bersinar telah mengelola informasi tentang jenis sampah, volume yang terkumpul, nilai ekonomi, serta dampak sosial yang dihasilkan.
“Lingkungan yang bersih bukan hanya hasil dari niat baik, tapi juga dari data yang dikelola dengan bijak.”
Ibu Hanifa melihat bagaimana data dan empati bisa berpadu dalam satu gerakan nyata. Ia menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh BSB adalah contoh konkret ekonomi sirkular berbasis masyarakat yang berhasil. Sistem yang dimiliki BSB bahkan dinilai bisa menjadi model nasional — untuk diadaptasi di seluruh Indonesia.
Bagi Fifie Rahardja, pendiri BSB, kunjungan ini bukan sekadar kebanggaan. Ini adalah penegasan bahwa kerja keras yang dilakukan bersama masyarakat, relawan, dan mitra selama bertahun-tahun benar-benar berdampak.
“Kami tidak hanya ingin membersihkan lingkungan, tapi juga membangun kesadaran baru: bahwa sampah punya nilai, dan data bisa menjadi senjatanya.”
Melalui big data SMES, BSB membuktikan bahwa perubahan bisa diukur dan dikembangkan. Setiap kilogram sampah yang dikumpulkan punya cerita: tentang ibu-ibu yang bisa menabung, anak-anak yang belajar memilah, dan masyarakat yang mulai hidup lebih sehat.
Kunjungan Ibu Hanifa menjadi bukti bahwa gerakan yang lahir dari satu niat tulus bisa menarik perhatian nasional. Dari Baleendah, Dayeuhkolot — sebuah wilayah yang dulu dikenal karena banjir dan tumpukan sampah — kini muncul cahaya perubahan yang bersinar ke seluruh Indonesia.
“Ketika niat baik dipadukan dengan data dan aksi, hasilnya bukan sekadar perubahan — tapi peradaban.”
