Infoindscript.com – Jakarta, 3 Oktober 2025
Pernahkah membayangkan bagaimana kejamnya fitnah itu? Jika terjadi apakah kita kecewa? Menyalahkan siapa?
Kebanyakan orang menjadi pesimis terhadap kehidupan, menyalahkan nasib, meratap sampai sangat putus asa.
Aku adalah salah satu dari sekian banyak perempuan yang mengalami akibat dari fitnah tersebut. Mimpi itu tidak selamanya berjalan sesuai rencana dan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Petaka itu datang secara tiba-tiba, ketika kehidupan keluarga kami sedang di puncak kejayaan. Ayahku punya kedudukan lumayan bergengsi di sebuah Perusahaan Minyak asing milik Belanda yang beralih kemudian milik Inggris, fasilitas Perusahaan yang jarang dimiliki Perusahaan lainnya membuat kami hidup dalam kesenangan.
Kami tinggal di kompleks perumahan yang khusus diatas bukit yang dibangun kolonial Belanda dengan arsitekturnya yang menawan. Kami bisa memandang lepas laut teluk Balikpapan yang biru dari rumah kami. Ayahku suka membawa aku jalan-jalan di kompleks perkilangan minyak sambil menceritakan sejarahnya.
Pada suatu siang kami tersentak melihat ayah datang bersama kawalan beberapa orang berseragam tentara dengan truk tentara yang besar. Sangat jelas dalam ingatanku ketika ayahku yang biasanya siang pulang kerumah untuk istirahat makan siang, kebiasaan yang selalu beliau lakukan untuk menemui kami anak-anaknya dan ibu untuk makan siang bersama, menanyakan kami apakah ada pekerjaan rumah atau hanya sekedar intermeso lucu.
Saat itu ibuku sedang dirawat di rumah sakit perusahan karena menderita penyakit “un-detected disease” sampai akhirnya sampel darah harus tiap hari diambil untuk pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan rutin lainnya yang lebih intensif.
Ayahku memanggil aku sambil menyeruput kopinya, beliau tergesa-gesa dan tidak makan siang, beliau berkata : anakku, jaga adik-adikmu, ayah akan pergi dan belum tahu untuk berapa lama, beritahukan ibumu di rumah sakit pada waktu jam bezoek sore nanti bahwa ayah pergi bersama tentara-tentara itu sambil menunjuk kearah mobil truk yang sedang menunggu.
Aku bertanya siapa tentara-tentara itu dan ayah mau pergi kemana ?, jelas terlihat olehku ayah menjawab sambil gemetar memegang cangkir kopinya dan meletakkannya diatas meja makan kembali. Matanya berkaca sambil memeluk aku dan adik-adik, ayah berkata bahwa beliaupun tidak tahu akan di bawa kemana, tapi percayalah ayah akan baik-baik saja katanya dan meminta kami untuk selalu sholat mendoakan beliau. Ayah tidak diberi kesempatan untuk mengemasi pakaian yang akan dibawa.
Aku dan kedua adikku saling berpegangan tangan menatap mobil truk itu pergi sampai hilang dari pandangan kami sambil berlinangan airmata, bagaimana tidak? Ayahku didorong kedalam truk itu sampai hampir tersungkur.
Aku anak tertua dari tiga bersaudara, ketika itu aku berusia 12 tahun, adikku laki-laki 10 tahun dan yang bungsu perempuan 8 tahun.
Ketika aku mengunjungi ibu di rumah sakit kuceritakan semua apa yang terjadi siang tadi, ibu menerawang jauh sambil berlinang air mata, kami berpelukan , aku ingat ibuku berkata bahwa ayahku itu orang yang sangat baik menolong siapapun tak pandang bulu.
Ibu bercerita bahwa salah satu bawahan ayahku pada waktu itu (sambil menyebut namanya), sangat berambisi untuk melenyapkan ayahku karena iri kepada keberhasilan ayahku. Orang tersebut telah membuat fitnah kejam, ketika ayah sedang dinas di London beberapa waktu sebelum bergolaknya G30S di Indonesia, orang itu mengambil kesempatan untuk melaporkan kepada yang berwajib bahwa ayahku adalah antek-antek komunis.
Aku terhenyak diranjang rumah sakit menerawang jauh, ibu menenangkan aku agar aku mengurus adik-adik dirumah, sekolahnya, makannya dan semua urusan rumah tangga.
Tiga orang Asisten rumah tangga kami segera minta mengundurkan diri karena takut terkena imbasnya ART antek komunis. Tetangga kamipun anak-anaknya dilarang bermain dengan kami, begitupun disekolah kami menerima perlakuan yang sama. Aku ingat setiap jam istirahat sekolah, adikku yang bungsu lari menemui aku karena teman-temannya tidak mau main dengannya.
Ya Allah Ya Rabb. aku gadis kecil umur 12 tahun harus bisa mulai menjalani kehidupan pahit. Ajaib, akupun tak percaya kekuatan itu datang tiba-tiba dimana aku harus bisa masak, mengurus adik-adik, mengurus rumah , menjenguk ibu di Rumah sakit dan hal-hal lainnya.
Pengobatan ibu tidak ada hasilnya, tidak diketemukan penyebab penyakitnya. Dengan berjalan nya waktu ibu harus segera keluar dari rumah sakit karena fasilitas Perusahaan dicabut.
Ternyata penyakit ibuku menurut orang pintar adalah kekuatan sihir yang menyerang ayahku tapi terimbas ke ibuku. Siapa yang mengerjakan-nya ? Wallahualam. Kami hanya percaya kepada Allah SWT. Di rumah ibuku selalu terserang penyakit yang aneh itu, tak ada seorangpun yang bisa menolongnya, serangan itu hanya beberapa saat tetapi sangat mengganggu kesehatan ibuku, tujuannya jelas agar ibuku wafat segera.
Aku dan ibu dengan keterbatasannya berjuang untuk segera membebaskan ayahku dan segera meninggalkan kota Balikpapan karena ultimatum dari Perusahaan harus segera meninggalkan rumah dinas yang kami tempati dalam waktu 30 hari.
Ibu melelang semua barang-barang berharga kami, ayahku bisa bebas atas pertolongan kerabat ibu. Aku dan adik-adikku putus sekolah. Kami mengejar waktu untuk segera meninggalkan rumah dinas sebelum diusir oleh Perusahaan. Aku terhenyak karena tidak bisa sekolah lagi padahal dua bulan lagi ujian nasional kelas 6 Sekolah Dasar.
Inilah awal perjuangan aku dan ibu untuk bertahan hidup, dengan hanya membawa koper pakaian kami berangkat ke Surabaya dengan kapal laut selain tidak punya cukup biaya untuk pesawat, ibu juga disarankan oleh orang pintar bahwa ilmu sihir yang menyerang ibuku, kami sekeluarga harus menyeberangi lautan bukan dengan pesawat.
Ketika kapal berlabuh di Tanjung Perak Surabaya, seketika ibuku dapat melangkah sempurna. Beruntung setibanya di Surabaya kerabat ibu menawarkan kami untuk menginap dirumahnya dan kami menumpang selama dua minggu di rumahnya untuk memikirkan langkah kehidupan selanjutnya.
Dari Surabaya kami melanjutkan perjalanan dengan kereta api ke ibukota Jakarta untuk mengadu nasib. Ternyata hidup di Jakarta sangat sulit, aku kebetulan diterima disekolah SD bergengsi dikawasan Menteng, bisa ikut ujian meskipun tinggal 1 bulan lagi karena hasil test pra ujian sangat bagus nilainya, begitu pula adik-adik dapat bersekolah.
Ibuku bekerja sebagai broker jual/beli dan sewa rumah ke orang asing karena kepiawaian nya menguasai beberapa Bahasa asing. Ayah sempat shock beberapa bulan pasca peristiwa kejam itu.
Aku membantu ayah menterjemahkan naskah-naskah film dengan mesin tik manual merek brother pada masa itu. Bahasa Inggrisku terlatih karena menterjemahkan tugas-tugas dari ayah, padahal aku masih di jenjang SMP ketika itu.
Dampak dari fitnah itu menerpa kehidupan kami ber-tahun tahun, terutama finansial kami sangatlah memprihatinkan. Aku sebagai anak tertua harus berjuang untuk sekolah adik-adik dan bekerja membantu keluarga.
Ayah tidak bisa bekerja dikantoran karena beliau diberhentikan dengan tidak hormat dari Perusahaan minyak itu, bertahun-tahun kemudian baru nama baiknya didapatkan kembali dari Legiun Veteran Republik Indonesia karena beliau mantan tentara pelajar di Surabaya dalam era merebut kemerdekaan NKRI, tapi sudah terlambat karena usia ayah sudah sepuh.
Beranjak dewasa aku yang telah mengalami beragam kegetiran hidup, menjadikan suatu kekuatan baja bagiku, sebagai fondasi dasar hidupku yang sangat berharga dan tidak akan didapatkan di sekolah manapun ilmu kehidupan ini.
Atas izin Allah dan Bismillah dalam setiap langkahku, pengalaman hidupku telah mendorong aku untuk dapat berjuang mandiri menjalani hidup ini yang telah menjadikan aku seperti sekarang. Sebagai sosok seorang perempuan tangguh, bersahaja, sabar yang tahan dilanda gelombang dan badai apapun.
/yg-3oct25