Pertemuan saya dengan Ibu Kartikowati—akrab disapa Ibu Ati—berawal dari forum semangat: Komunitas Sales Indonesia (Komisi).
Dalam forum itu, beliau hadir bukan hanya sebagai peserta, tapi sebagai pribadi yang memancarkan gairah belajar dan keberanian untuk bermimpi.
“Saya ingin menulis buku,” begitu katanya.
Keinginan yang tampak sederhana, tapi penuh makna.
Dari sinilah jalan kami bersilangan. Ibu Ati menjadi salah satu mentee di Sekolah Perempuan. Meski bukunya belum rampung, justru dari situ, kolaborasi kami tumbuh semakin dalam.
Beliau pernah menjabat sebagai manajer pemasaran di Sekolah Perempuan—dan kehadirannya memberikan energi baru yang luar biasa. Tidak hanya sigap dalam strategi, tapi juga penuh empati, telaten, dan selalu membawa semangat membangun.
Dunia sales menjadi bahasa cinta kami. Dari menjual produk, hingga memberdayakan perempuan lewat ilmu dan keberanian menjual potensi diri.
Ibu Ati bukan hanya bercerita tentang sales, tapi menghidupi dunia itu sepenuh hati.
Kini, beliau menjadi salah satu eksekutif penting di Komisi Sales Indonesia. Aktif mengajar, membimbing, dan membuka jalan bagi perempuan lain agar berani menjual tanpa rasa rendah diri. Di IWAPI Jawa Barat pun beliau turut aktif, memperluas jangkauan pengaruh dan kontribusinya.
Tahun 2020, takdir menguji keteguhan hatinya.
Suami tercinta berpulang.
Namun, Ibu Ati tidak berhenti.
Sebagai single mom, beliau terus melangkah.
Terus berkarya.
Terus berbagi.
Beliau tidak sekadar bertahan—beliau tumbuh.
Bagi saya, Ibu Ati adalah potret nyata perempuan yang memilih untuk terus bersinar, meski dunia kadang menggelap. Perempuan yang tidak pernah kehilangan semangat belajar, membangun jejaring, dan mengeksplorasi kekuatan dalam dirinya.
Perempuan yang menjual bukan hanya produk—tetapi inspirasi, harapan, dan keberanian untuk terus maju.
