infoindscript.com – Cilacap, 29 Juni 2025
Inovasi Menulis: Disiplin = Kebebasan dalam Menulis
Pada awalnya saya berpikir disiplin itu keras. Ada kata “harus,” di dalamnya yang memaksakan diri, untuk melakukan yang sebenarnya tidak saya inginkan.
Diri kita adalah habiet atau produk dari kebiasaan. Benar, apa yang disampaikan Teh Indari Mastuti bahwa kerja keras tidak pernah menghianati hasil. “Lakukanlah pekerjaan dengan ketekunan dan ketelatenan.” Maka dari itu, hingga detik ini, Indscript Creative tetap berkibar membumbung tinggi. Namun, tetap rendah hati.
Bahasa memengaruhi makna, mengarahkan pada sebuah tindakan.
Dari perbedaan makna ketekunan dan ketalatenan berpengaruh pada mindset. Pola pikir yang menjadikan keyakinan, sumbu utama penggerak dalam setiap kondisi.
Ketekunan memiliki makna sikap yang tak mudah menyerah, terus-menerus berusaha meskipun menghadapi kesulitan atau kegagalan. Berfokus pada keberlanjutan usaha dalam jangka panjang. Memiliki ciri khas yang konsisten, gigih, pantang menyerah.
Sedangkan ketelatenan
adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan hati-hati, cermat, dan penuh perhatian terhadap detail. Kualitas proses dalam jangka pendek, pada pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, menjadi fokus utamanya.Teliti, sabar, penuh perhatian terhadap detail adalah ciri khas pembawaannya.
Jika saya analogikan seperti orang menanam bunga. Ketekunan yaitu menyiram, merawat dan menunggu meski bunga belum juga mekar. Sedangkan ketelatenan adalah cara menyiram yang tidak berlebihan, juga tak terlalu sedikit, memilih waktu yang tepat.
Menuju Milad 18 menjadi bukti nyata perjalanan Indscript Creative. Menapaki jejak 25 tahun kepenulisan. Kita memilki contoh, keteladanan tentang kedisiplinan serta ketekunan. Saya bersyukur bisa menimba ilmu, ada rasa bangga, sekaligus kebahagiaan tersendiri, bisa menjadi bagian kecil dari komunitas indscript.
Belajar Dari Penulis Sejati
Bagi sebagian orang termasuk saya, sebelum memahami makna kata disiplin, terdengar kaku dan membosankan. Terlihat kontraintuitif, menulis sebagai kegiatan yang penuh kebebasan dan spontanitas.
Menjadi pengamat penulis sejati, justru disiplinlah yang membuka pintu kebebasan sejati dalam menulis. Tanpa disiplin, ide-ide akan mengambang tanpa arah, dan naskah tak akan pernah selesai.
Disiplin Bukan Penjara, Tapi Jalan Pulang
Banyak yang menganggap disiplin sebagai pengekang kreativitas. Saya memahami sekarang, disiplin adalah struktur yang membantu kita “pulang” pada tujuan menulis. Menetapkan waktu menulis harian, target kata, atau jadwal menyelesaikan bab, justru memberi ruang, untuk fokus dan berkembang. Saat menulis jadi rutinitas, ide pun mengalir lebih lancar karena pikiran terbiasa membuka ruang ekspresi setiap harinya.
Rutinitas Membuka Inspirasi
Kebanyakan orang dan saya sendiri pernah menunggu rutinitas, membuka Inspirasi setelah duduk dan mulai menulis terlebih dahulu. Disiplin menciptakan “ritual” yang melatih pikiran untuk peka. Dalam suasana yang teratur dan konsisten, pikiran merasa aman untuk berpetualang. Seperti seniman yang setiap pagi membuka studio, penulis pun membuka dunia kata melalui kebiasaan harian.
Bebas Menjelajah Karena Ada Batasan
Ironisnya, ketika saya memberi batasan, misalnya menulis 1000 kata per hari atau menyelesaikan satu paragraf setiap malam, justru merasakan kebebasan yang nyata. Bebas menjelajah isi hati dan pikiran, karena ada tempat dan waktu khusus untuk itu. Tanpa batas yang berarti, tulisan bisa tak pernah dimulai atau tak pernah selesai. Dengan batas, kita tahu kapan mulai, kapan berhenti, dan kapan melanjutkan.
Disiplin Menumbuhkan Kepercayaan Diri
Menulis dengan disiplin membangun keyakinan dalam diri saya. Setiap halaman yang selesai bukan hanya prestasi, tapi juga pengingat bahwa kita bisa melakukannya. Disiplin mengikis rasa malas dan rasa takut. Semakin sering kita menepati janji pada diri sendiri untuk menulis, semakin besar kepercayaan diri yang tumbuh. Inilah pondasi kebebasan yang sejati kebebasan dari keraguan dan ketakutan.
Penutup
Disiplin dan kebebasan bukanlah dua hal yang saling bertentangan. Dalam dunia menulis, disiplin justru adalah bentuk tertinggi dari kebebasan. Kita bebas berkarya, karena telah membiasakan diri dengan tanggung jawab, komitmen, dan rutinitas. Menulis tidak harus selalu menunggu mood atau ilham. Dengan disiplin, kita bisa menulis kapan saja, di mana saja, dan tentang apa saja.
Saya kini menyadari, jika menginginkan menjadi penulis yang merdeka, mulailah dengan menjadi penulis yang disiplin. Karena kita tidak lagi di perbudak oleh waktu yang bukan hanya menjadi apa yang disebut keinginan. Namun, seiring seirama, keinganan dan tujuan berjalan harmonis pada sesuatu yang hendak di capai.