20.3 C
New York
Jumat, Juni 27, 2025

Buy now

spot_img

Strategi Membangun Rumah Tangga Yang Harmonis Di Tengah Arus Globalisasi

Rumah tangga dapat diibaratkan sebuah bahtera yang tengah mengarungi samudera luas bernama kehidupan. Kadang laut tenang dan damai, namun tak jarang badai dan ombak menghadang dari segala penjuru.

Globalisasi adalah salah satu ombak besar yang membawa arus perubahan cepat dalam pola pikir, budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai masyarakat. Dalam situasi ini, bahtera rumah tangga perlu nakhoda yang bijak, layar yang kuat, dan tali pengikat yang kokoh agar tidak karam di tengah gelombang zaman.

Tidak semua bahtera rumah tangga mengarungi lautan dengan tenang. Ada kalanya ombak datang mengguncang, angin kencang menguji dari segala arah, dan kabut menutup pandangan. Apa yang dahulu dibangun dengan cinta dan harapan, tak selalu berjalan sesuai impian.

Ujian datang silih berganti, masalah ekonomi, perbedaan pendapat, hingga luka yang tak sengaja ditorehkan oleh orang yang paling dicintai. Tak jarang, perselisihan menjadi percikan yang terus membesar menjadi pertengkaran, hingga akhirnya menghanguskan kebersamaan yang pernah dibangun begitu indah.

Dan ketika pertengkaran tak lagi bisa diredam, saat kata maaf tak lagi mampu menyambung yang patah, perceraian pun menjadi jalan akhir yang terpaksa ditempuh. Sebuah kenyataan pahit, yang tak pernah diinginkan, namun kadang menjadi bagian dari perjalanan hidup.

Pengertian

Rumah tangga atau keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak, yang hidup bersama dalam satu rumah tangga. Keluarga menjadi tempat pertama dalam pembentukan karakter, moral, dan nilai spiritual seseorang.

Sementara itu, keluarga harmonis adalah keluarga yang tercipta dari hubungan yang dilandasi cinta, tanggung jawab, komunikasi yang baik dan terbuka, serta saling pengertian antaranggota keluarga. Dalam keluarga harmonis, suasana rumah dipenuhi kedamaian, kasih dan sayang, serta nilai-nilai keagamaan.

Barangkali sekedar contoh keharmonisan rumah tangga yang diabadikan dalam al Qur’an adalah kisah Nabi Ibrahim AS. ketika mendapat perintah dari Allah SWT. untuk menyembelih anaknya yaitu Nabi Ismail AS. sebagaimana tersebut dalam surat Ash Shaffat 102 :

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

Artinya : “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.

Dialog dalam ayat al Qur’an tersebut menggambarkan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara Nabi Ibrahim AS. (selaku orang tua) dengan Nabi Ismail AS. (selaku anak). Meskipun perintah itu sangat berat dirasakan oleh Nabi Ibrahim AS. serasa terjadi sambaran petir ditengah gelapnya mendung menggetarkan jiwa yang sedang merindu belaian kasih sayang anak, namun dengan keteguhan dan keikhlasan serta kesantunan Nabi Ibrahim AS. dalam menyampaiakan perintah Allah SWT. kepada anaknya yaitu Nabi Ismail AS. untuk dikorbankan. Nabi Ismail AS. pun menjawabnya dengan sangat santun dan menggetarkan jiwa orang yang melihat dan mendengarnya dengan jawaban “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Kisah tersebut menggambarkan betapa harmonisnya keluarga Nabi Ibrahim AS. dalam berdialog, meskipun mendapat ujian dari Allah SWT yang sangat berat namun akhirnya perintah Allah SWT dapat dijalankan dengan baik tanpa adanya kegaduhan dan pertengkaran apalagi kekerasan dalam rumah tangga. Keharmonisan dalam rumah tangga yang didukung dengan nilai-nilai ketulusan dan keikhlasan serta keterbukaan dan memperhatikan hak dan kewajiban antar anggota keluarga sangat memungkinkan memotivasi seseorang dalam menjalankan kebaikan-kebaikan (ibadah) sesuai perintah Allah SWT.

Tujuan Perkawinan

Keluarga bermula dibentuk dari ikatan perkawinan, yaitu akad suci antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang sakinah (tenang), mawaddah (cinta kasih), dan rahmah (kasih sayang). Sebagaiman firman Allah swt dalam al Qur’an QS. Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Begitu pula dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2 disebutkan: “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizha untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”

Dari keterangan tersebut dapat diambil pengertian bahwa tujuan pokok perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sakinah, mawaddah dan rahmah penuh dengan rasa kasih dan sayang sebagi bentuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT.

Hikmah Perkawinan

Perkawinan dalam Islam bukan sekadar ikatan lahir antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga merupakan ibadah yang penuh makna dan membawa banyak hikmah dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Berikut ini adalah beberapa hikmah penting dari perkawinan:

  1. Menjaga Kehormatan dan Kesucian Diri (ʿIffah)

Perkawinan menjadi benteng yang kokoh dalam menjaga kehormatan dan kesucian diri dari perbuatan zina dan maksiat. Dengan adanya ikatan yang sah, kebutuhan biologis dapat disalurkan secara halal dan terhormat, sesuai dengan tuntunan agama.

  1. Mewujudkan Ketenteraman dan Kasih Sayang Antar Pasangan

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah menciptakan pasangan hidup agar manusia merasakan sakinah (ketenteraman), mawaddah (kasih sayang), dan rahmah (rahmat). Hubungan suami istri yang harmonis menciptakan suasana rumah tangga yang damai dan penuh cinta.

  1. Melestarikan Keturunan yang Sah dan Bermartabat

Perkawinan merupakan jalan untuk melanjutkan keturunan dalam keadaan yang sah menurut agama dan negara. Anak-anak yang lahir dari perkawinan yang sah akan memiliki identitas dan hak yang jelas, serta mendapatkan pendidikan dan pembinaan dalam lingkungan keluarga yang bermartabat.

  1. Mendapatkan Ketenangan Jiwa dan Spiritual

Perkawinan mendatangkan ketenangan batin dan spiritual, karena seseorang memiliki tempat untuk berbagi suka dan duka, serta saling menguatkan dalam menjalani kehidupan. Pasangan hidup menjadi sahabat dan penopang dalam ibadah dan perjuangan menuju ridha Allah SWT.

Kiat Membangun Rumah Tangga Harmonis

Untuk membangun rumah tangga yang harmonis di tengah arus globalisasi dengan segala dampak yang ditimbulkannya yang tak dapat kita hindari seperti sekarang ini, diperlukan beberapa strategi atau kiat sebagai berikut:

  1. Memperkuat Pondasi Keimanan
    • Keluarga yang kuat harus dibangun di atas pondasi keimanan. Suami istri harus sama-sama berusaha menjadi pribadi yang taat kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” (HR. Tirmidzi).
  2. Menjaga Komunikasi yang Efektif
    • Komunikasi yang terbuka, jujur, dan saling mendengarkan serta saling memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing antar anggota keluarga dapat mempererat hubungan dan mencegah kesalahpahaman.
  3. Membagi Peran dan Tanggung Jawab
    • Suami sebagai pemimpin keluarga (qawwam), istri sebagai pendamping setia dan pengelola rumah tangga, saling melengkapi dan mendukung satu sama lainnya.
  4. Mendidik Anak dengan Nilai Spiritual
    • Anak adalah amanah, harus dididik dalam suasana kasih sayang dan nilai Islam. QS. At-Tahrim: 6 : “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”
  5. Mewaspadai Pengaruh Negatif Globalisasi
    • Arus informasi dan budaya luar bisa menjadi ancaman jika tidak disaring. Orang tua harus menjadi filter bagi anak-anak dalam penggunaan teknologi dan media sosial.
  6. Membiasakan Musyawarah dalam Keluarga
    • Dalam mengambil keputusan penting, musyawarah menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama.
  7. Menjaga Romantisme dan Cinta Kasih
    • Jangan lupakan perhatian, pujian, dan kejutan kecil dalam kehidupan rumah tangga untuk menjaga kehangatan hubungan.

Penutup

Rumah tangga yang harmonis bukan hadir secara tiba-tiba, melainkan hasil dari kerja sama, kesabaran, dan niat tulus untuk saling mencintai dan mendekatkan diri kepada Allah. Di tengah derasnya arus globalisasi, keluarga harus menjadi benteng terakhir yang menjaga nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa. Maka, rawatlah bahtera rumah tangga dengan iman, saling memahami, dan cinta yang ikhlas, agar sampai ke tujuan dengan selamat dan penuh keberkahan.

Jayapura, 22 Juni 2025

SUHARTO

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles